Permintaan fee (uang siluman) yang tak jelas pertanggungjawabannya oleh pihak ketiga kepada kontraktor pemenang lelang, penunjukan langsung, Pemilihan Langsung, Seleksi Umum dll dari masing-masing Satuan Kerja perangkat Daerah (SKPD), merupakan kejahatan tindak pidana korupsi (perampokan uang rakyat) bisa dipidana, kendati tanpa tanda terima (barang bukti), sepanjang antara penerima dan pemberi masih hidup, karena perbuatan itu merusak tujuan akhir pembangunan (azasmanfaat) yang tidak bisa dicapai dalam pelaksanaan pekerjaan fisik dilapangan, akibat potongan memberatkan rekanan kontraktor, hal ini dijelaskan Zoni Irawan, kepada Rafflesia Post di kerinci belum lama ini.
Bangunan B.0 (Induk) D.I. Air Sungai Gelampeh, dengan nilai Kontrak Rp.330 Juta
Menggunakan beberapa lapisan Bronjong (Manual) tidak semi peranen. (foto RFP/Gafar Uyub Depati Intan)
Di Kabupaten Kerinci, permintaan fee dan pembayarannya sudah bukan rahasia umum lagi, bagi rekanan yang ingin mendapatkan pekerjaan. Bagi rekanan yang tidak mau membayar fee, memang tidak dapat pekerjaan sama sekali, ini di anggap tidak komit (tidak loyal) dengan aparat terkait dari masing-masing SKPD, selaku pihak penyelenggara negara di bidang pembangunan.
Padahal dalam ketentuan UU dan Peraturan Presiden (Perpres) tidak satu pasal pun permintaan fee proyek dibenarkan. Bahkan pemerintah (pemberi pekerjaan) diharuskan mendukung kontraktor untuk mendapatkan uang muka 20% bagi pengusaha tergolong kuat dan 30% pengusaha lemah (ekonomi kecil). Demikian juga didalam kontrak kerja, namun kebiasaan pejabat di lingkungan Pemda Kerinci dan Kota Sungai Penuh, permintaan fee selain sudah bukan rahasia umum bagi masyarakat Jasa Konstruksi bahkan tanpa batas, setidaknya ada enam meja yang harus dibayarkan potongan kepada para oknum dan termasuk untuk “gedung putih 10%, istilah Kerinci/ bupati-red” namun pungutan terus berlanjut sesuai permintaan masing-masing aparat di SKPD terkait.
Tak heran pungutan liar kepada sejumlah kontraktor tahun anggaran 2015 silam, membuat rekanan banyak yang meradang dan kesulitan menyelesaikan pekerjaan sesuai RAB (Rencana Anggaran dan Biaya), sebagaimana dicantumkan dalam kontrak, antara hak dan kewajiban rekanan kontraktor.
Pengingkaran Janji: DR. Adi Rozal MSi, Bupati Kerinci, periode 2014-2019, dalam kampanye menjual motto “Menuju Kerinci Yang Lebih Baik” ada beberapa janji politik yang jadi busuk hingga yakni; Proyek tanpa Fee, Masuk PNS tanpa bayar (Tes/ lulus Gratis), Mutasi pejabat profesional, sesuai pangkat dan golongan tanpa bayar sesuai jobscription), tiga dari janji politik yang hingga saat ini masih terngiang ditelinga masyarakat Kerinci, hanya satu yang belum dilakukan yaitu penerimaan Tes CPNS yang belum dilakukan. Sedangkan untuk Fee dan Mutasi Pejabat sudah dilakukan, ternyata berbau uang, hanya saja jumlahnya yang berbeda-beda.
Jadi apa yang di janjikan Adi Rozal-Zainal Abidin (Adzan), bak tong koso ng nyaring bunyinya tegas Zoni Irawan kepada Refflesia Post. Dan yang sangat kronis, memberatkan rekanan kontraktor pungutan fee tanpa batas, diluar 10% untuk gedung putih ada sederetan pungutan lainnya yang sangat memberatkan. Dapat dibayangkan, nilai kontrak Rp.149.000.000,-pungutan dilakukan oknum sampai mencapai Rp.50.000.000.-jika ditambah pajak 11,6 % berarti pengeluaran rekanan mencapai Rp.62.000.000,-jadi rata-rata modal kerja untuk fisik hanya tersisa Rp.85.000.000,- untuk menyelesaikan pekerjaan fisik 100%, tak mungkin semua item pekerjaan dapat diselesaikan sesuai jumlah dan mutu yang dikehendaki, jelas Zoni.
Jadi kejahatan perampokan uang rakyat (korupsi) dimulai dari atas, jika tindakan oknum kontraktor nakal, bisa dikontrol oleh pengawas dan PPTK secara teknis, tapi siapa yang berani kontrol buapti atau pejabat yang lebih tinggi di masing-masing SKPD terkait. Akhirnya para kontraktor, karena takut tidak dapat pekerjaan tetap melakukan hal yang sama, dengan cara mengurangi volume dilapangan atau menggunakan material yang tidak standar, keluar dari ketentuan RAB.
Pada tahun anggaran 2015, salah seorang kontraktor pemula menulis dan membuat rinci catatan pengeluaran untuk nilai kontrak Rp.149.000.000,-yang pengeluarannya mencapai Rp.53.000.000,-sehingga mereka babak belur menyelesaikan pekerjaan, baik itu pengerjaan Daerah Irigasi (D.I.) maupun Jalan Lingkungan Aspal Goreng, pengadaan air bersih, bangunan perkantoran dll. Belum lagi yang nilai kontrak miliran rupiah, pungutan dilakukan mencapai Rp.75.000.000,-/lokasi kegiatan.
Jadi sangat anehnya, jika Bupati Kerinci DR. Adi Rozal, MSi, minta mutu pekerjaan harus baik dan ditingkatkan jika permintaan fee jalan terus tanpa batas. Rekanan kontraktor yang minta jadi dirinya dilindungi mengatakan ; dimasa H. Murasman, jadi buapiti, “fee kegiatan juga ada, secara keseluruhan hanya 15% dan boleh lebih dari jumlah tersebut termasuk untuk orang dalam di masing-masing SKPD. Tahun lalu, orang dalam contohnya di Dinas PU Kerinci, menentukan sendiri pungutan yang dilakukan, tergantung selera mereka.
Jika tidak dibayar, berkas kegiatan untuk proyek tidak mau mereka tanda tangani. Tak heran jika angka pungutan yang muncul lebih 40% sehingga pekerjaan jauh dari kualitas mutu yang diharapkan. Bayangkan ditahun anggaran 2015, khusus SKPD Dinas PU Kerinci, lebih 300 lokasi kegiatan dengan nilai kontrak mulai dari PL, Seleksi Umum, Pelelangan Umum dll, dari Rp.150.000.000,- s/d Rp. 9.000.000.000,- jika dikalikan 10% untuk gedung putih bisa mencapai miliaran rupiah. Tak heran, seorang bupati/ kepala daerah, mudah mendirikan gedung mewah untuk istana pribadinya, bukan untuk rakyat.
Rafflesia Post, telah memperoleh informasi awal, dari orang dalam menjelaskan, ada sejumlah oknum pejabat dimasa Adi Rozal, menjabat bupati Kerinci selama dua tahun memiliki kekayaan cukup besar, tidak sesuai pangkat dan golongan gaji yang terima. Terutama di SKPD Dinas PU Kerinci, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, Dinas Pendidikan dan Pengajaran, para Bendahara rutin dan bendahara kegiatan proyek.
Jika aparat penegak hukum sepakat untuk menegak kan supremasi Hukum di bumi Sakti Alam Kerinci, kasus pungutan liar (fee) kegiatan tidak sulit untuk di ungkapkan, sepanjang tidaknya kepentingan didalamnya?. Untuk menuju “kerinci yang lebih baik” kita semua harus membantu program bupati Adi Rozal, minimal memperkecil persoalan disegala lini kebijakan pembangunan, untuk kemaslahatan masyarakat, ungkap Zoni. Jika tidak kita juga yang akan menuai badai, kedepannya?. (Gafar Uyub Depati Intan)
Previous
« Prev Post
« Prev Post
Next
Next Post »
Next Post »